Lagi
heboh film Mama. Setelah di tonton ternyata biasa aja. Saya pribadi masih lebih
asyik nonton versi aslinya yang merupakan film pendek. Meski Mama versi panjang
merupakan karya Guillermo Del Toro.
Versi
pendek karya Andres Muschietti ini lebih membuat saya parno. Judulnya boleh
pendek dan durasinya tidak lebih dari tiga menit.
Melihat
Mama, tampaknya manjangin film pendek menjadi salah satu pilihan di dunia
perfilman. Ambil contoh Saw. Kini sudah seri ke tujuh. Dimana di seri ketujuh
yang rilis 2010 ini diembel-embeli 3D. Banyak pihak yang terkejut dengan
kesuksesan Saw, yang didapuk menjadi film horror paling kuat sepanjang 10
tahun.
Fanbase Saw sudah tahu bahwa
Saw merupakan pengembangan film berjudul sama dengan durasi 9 menit 30 detik! Bayangkan, dari cuma 9,5 menit, berkembang
menjadi 540 menit (dengan asumsi 1 seri = 90 menit). Materi asli ini
disebut Saw 0,5.
Bagi
yang belum nonton Saw. Ini film genre gory atau slasher. Dimana inti ceritanya
adalah tokoh Jigsaw yang suka menyiksa orang dengan alat siksaan yang susah
dimasukkan dalam akal sehat. Jalan cerita yang sebenarnya tidak menentu dan
menjual kesadisan serta banjir darah. HOAKK….!!
Buat
saya si nonton Saw sudah berhasil memperkosa rasa kemanusiaan, batin seolah
terkoyak. Yah emang orang lain tidak akan pernah mengerti dan tahu apa rasanya
pahit, walau mereka selalu berkata kaya orang yang paling tahu dan mengerti.
Bagi saya Saw mampu menampar mereka yang suka sok tahu… yang pada akhirnya
hanya bisa diam. Dalam artian mati.
Jangan
lupakan “Katasumi” atau “In A Corner”. Film yang disutradarai oleh Takashi Shimizu
adalah debut kemunculan pertama kali hantu Kayako yang legendaris itu. Jadi saya
pun berkesimpulan bahwa seri Ju-On juga berawal dari film pendek. Dimana dalam Ju-On sangat tenang,
sepi tak banyak scoring tapi itulah
letak keseraman film ini. Penampakan Kayako,
Toshio yang hanya dibalut muka putih diletakkan pas oleh Shimizu sehingga
membuat film ini film horror Jepang terseram.
Pekerjaan
yang tidak mudah. Layaknya seorang gamer harus mampu mencari formula yang tepat
antara kompleksitas perangkat dan setting. Pengadaptasian film pendek menjadi
film panjang harus dicari formula yang tepat antara sisi psikis maupun fisik.
Sang sutradara harus mampu menghadirkan sesuatu yang
kokoh, meyakinkan serta memuaskan. Film
pendek mempunyai cerita yang tegas, kuat karena langsung kepada poinnya.
Sehingga naskah menjadi penting dalam hal ini. Sang sutradara harus percaya
diri. Namun jangan berlebihan. Menghadapi sesuatu yang berlebihan malah bikin
capek kan? *tiba-tiba keinget sering diomong masih bocah -_____-
Cekdisot!! Banyak yang harus maksimalkan agar
kinerjanya makin sempurna. Seperti budget kaya kesuksesan District 9. Dengan
dana kurang dari $40 juta film tersebut berhasil meraup pendapatan kotor lebih
dari 6 kali lipat biaya produksi. Film pengembangan dari film pendek berjudul
Alive in Joburg (2005) yang disutradarai
oleh Neill Blomkamp dan diproduseri Sharlto Copley.
Selain itu ada pemilihan pemain serta lain-lain yang
perlu diperlukan dalam film. Jangan ketinggalan, fanbase dari film asli yang
notabene juga akan menjadi penentu film tersebut.
Dari dalam negeri saya suka Siksa Kubur. Joko Anwar mampu
menghadirkan silent terror yang
membuat saya menekan tombol pause. Dan masih banyak ratusan ide film pendek
yang layak di perlakukan sebagai pilot
project. Daripada melulu menghadirkan kuntil, pocong, dada dan paha serta
humor yang (maunya) lucu.
Sedangkan dari genre cinta-cintaan (hialah preet)
saya masih belum nemu film yang mampu ngebuat saya termehek-mehek. Kalau udah
urusan sayang-sayangan sebenarnya saya paling malas nulisnya. Tapi liat
postingan awal-awal blog saya. Buahaha makan omongan sendiri. Daripada panjang
lebar, saya punya beberapa referensi film pendek rasa cinta (gombal).
Lavatory, Lovestory (2007). Film nominasi
Oscar kategori Best Animated
Short Film ini bercerita tentang cinta yang datang tanpa pernah kita sangka-sangka. Love is always close to you, you have to be able to see it.
Ketika cinta menghampiri
rasanya bertaman-taman. Perasaan 1000 kali lipat dari berbunga-bunga.
Kedua, I’m Here. Oke, maksa
karena yang ini robot. Yap, cinta pertama saya adalah robot gundam versi OO
yang hanya bias saya lihat di tipi. Haha oke lupakan..
Spike Jonze sukses
mengiris-ngiris hati dalam filmnya ini. Tema cinta tidak akan pernah
habis-habisnya. Tak peduli seberapa klisenya tema tersebut. Cerita cinta
konvensional, pria wanita bertemu lalu jatuh cinta. Tentang pahit manisnya
cinta serta arti sebuah pengorbanan tanpa batas bagi orang yang kita sayangi. Cerita
cinta dua robot humanoid yang hidup dalam dunia dimana manusia dan robot hidup
berdampingan.
Sheldon yang diperankan oleh Spiderman eh maksudnya Andrew Garfield
bertemu dengan Francesca dimainkan oleh Sienna
Guillory. Karakter keduanya yang bertolak belakang. Dimana Sheldon terkesan
pendiam sementara Francesca yang menyenangkan namun juga sangat ceroboh.
Selama 30 menit, kita akan
dibawa melihat kisah cinta normal dari kehidupan unik yang manis namun
menyentuh.
Settingnya sederhana,
adem dilihat dan yang penting itu robot yang main (ketawa setan). Endingnya pun
bias ditebak tapi film ini enak banget buat ditonton meski temanya cinta -.-. Enjoy
the short ro-bo-mantic tale!
Lanjut,
cintanya para pemalu. Post-It Love. Suka dengan teman sekantor itu bagaimana
cara menyatakannya itu yang harus dipikirkan.
Selama
3 menit 2 detik ini, kita melihat sepasang rekan kantor yang tertarik satu sama
lain. Pembicaraan mereka pun dimulai melalui rangkaian Post-It yang dibentuk
menjadi gambar.
Digambarkan
dengan sederhana. Kadang cinta dimulai sesederhana saling pandang. Mata ketemu
mata, rasanya aja udah bahagia banget apalagi kalau direspon *kedip-kedip
Serius, sekali-sekali dengarkan
apa yang dibisikkan hati, sebelum nanti malah menyesal karena pernah menghiraukan
hati. Ah sudahlah, biasanya kalau sudah ngomong soal cinta, saya pun
ujung-ujungnya curhat, ha-ha-ha!! jadi lebih baik saya ngacir sekarang, sebelum
mulai nulis yang tidak-tidak. Enjoy!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar