Rabu, 09 Mei 2012

Petaka Siang Itu

Waktu terasa berjalan lambat

Di dapur, ibu sedang menyiapkan kue beras untuk perayaan ulang tahun ayah. Di ladang, ayah sedang memanen. Di kelas, aku dan teman-teman sedang menunggu Bu Toshie yang sudah berjanji akan membawakan kami dango buatannya. Di halaman depan sekolah, anak kelas besar sedang bermain lompat tali dan petak umpet. Ada sekitar 20 anak di dalam kelas dan 24 anak di halaman sekolah. Bu Toshie masuk sambil membawa nampan berisi makanan, beliau berjalan melewati lorong menuju kelas kami.

Namun. Dia tak pernah sampai menyajikan dango tersebut.

BLAAAM

Sebuah goncangan besar menghempaskannya ke lantai. Suasana berubah gelap gulita. Perabotan beterbangan, kaca-kaca pecah berantakan.

Sedetik kemudian, aku berpikir bahwa kami diserang musuh seperti yang sering ayah ceritakan. Kami sedang berperang dengan orang-orang berkulit putih dan berambut seperti bunga matahari di musim panas.

Ketika kemudian kurasakan udara menjadi sangat panas. Beberapa ruangan terbakar hebat.

Ketika terbangun, sejauh mata memandang hanya terlihat warna kemerah-merahan. Seperti langit di musim panas ketika matahari akan terbit atau tenggelam. Hajime keluar dari kobaran api dan berteriak, “Oka-san...oka-san..”

Di halaman, sudah tidak terlihat seorang pun. Tubuh-tubuh terlihat menggelembung. Luka bakar hampir di sekujur tubuh. Mayat-mayat bergeletakan telanjang. Dan sangat rusak sehingga tidak bisa dikenali apakah laki-laki atau perempuan.

Mereka seperti monster.

Terdengar suara orang. Aku mencoba berteriak dari balik rak sepatu yang menindih tubuhku. Pak Iwashiro mendengarnya. Beliau dan aku beruntung tidak mengalami luka berat. Setelah memindahkanku ke tempat yang lebih aman, dia mencoba menolong beberapa orang. Suara mereka yang sekarat tidak bisa didengar dengan jelas. Ia hendak menyediakan air ketika seseorang berteriak, “Jangan berikan air! Air sudah bercampur dengan gas beracun. Jika kau memberi air, mereka akan mati dengan cepat.  Jangan memberi mereka apapun!”

Orang itu bercerita bahwa di kota ini telah dijatuhkan sebuah bom yang menghasilkan gas beracun dan gelombang udara maha panas. Tak ada yang bisa diselamatkan. Termasuk air yang sudah bercampur gas beracun tersebut. Pak Iwashiro terkaget. Sampai akhir hayat, penyesalan tidak bisa menolong dan memberi air pada orang tersebut selalu menghantuinya.

Galih P3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar