SURAT BUAT HARI INI
Pagi ini kutulis surat untukmu. Agar
setiap kenangan terawetkan dalam tulisan. Dimulai dari hati, dimulai dari rasa
suka, dimulai dari menulis. Tadinya kupikir apalah yang layak diceritakan dari
pribadi yang murung dan didiami oleh cerita-cerita yang hampir semua orang
tahu, seperti aku ini. Mumpung masih ada waktu, aku berharap masih sempat
menceritakan semua ini kepadamu.
Buat Kawanku, jika kau membaca
tulisan ini, aku tak tahu apa yang kau pikirkan tentangku. Aku ingin
menceritakan kisahku, saat hari masih pagi dan langit masih biru.
Kawanku, ini kisahku ketika
pagi-pagi yang lalu aku berjumpa dengan Angin. Kala itu aku tersindir. Oleh
desir Angin yang mengisyaratkan kengerian.
Kukatakan, “Diamlah kau, Angin! Jangan
kau salahkan kami. Kau kemanakan daftar orang-orang hilang? Yang sampai aku
serenta ini, tidak ada kabar yang jelas.”
Sindiran itu masih mengabut dalam
kalbuku. Mengaburkan pandanganku. Akankah semua ini akan berakhir? Tak mungkin
aku memandang sebelah mata.
Kukatakan pada Angin, “Tunggulah
saatnya. Akan ada saatnya ketika kami telah sembuh.”
Sang Angin tersenyum sinis.
Dianggapnya aku membual. Ia berlalu sambil berkata, “Semoga Tuhan memberimu
keberuntungan.”
Kawanku, mungkin nanti, saat itu perlawanan
kita pada Angin membuahkan hasil yang manis. Saat itu aku masih ingin ceritakan
tentang hariku.
Jangan sampai kita telah tergadaikan
oleh Angin tanpa kita sadari. Hari ini kita menumpuk, sudah sangat menumpuk. Kuingin
tahu kabar itu darimu, saat ku sudah tak bisa lagi menceritakan hariku.
Sudahkan tumpukan itu berkurang atau bertambah? Jika ya, berapa?
Aku takut Kawan, kau dan aku bisa
diseretnya juga. Aku ini bukan orang suci atau ulama. Hari ini kita makin
susah. Aku tak ingin Angin mengabarkan, bahwa dia telah menyeretmu bersamanya.
Bahwa aku kehilangan kau, Kawan.
Galih
P3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar